
Konsep Smart City atau Kota Cerdas adalah “jawaban” Johnny Plate Menteri Komunikasi dan Informatika untuk mengatasi urbanisasi, atau perpindahan penduduk dari desa ke kota. Polemik kota besar, warisan dari satu generasi ke generasi berikut.
“Pengembangan kota cerdas atau smart city melalui Gerakan Menuju Smart City menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh kita bersama, yang diinisiasi oleh Kementerian Kominfo,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Selasa, 14 Desember. Dikutip dari: https://voi.id/ekonomi/
“Ini terjadi urbanisasi, untuk itulah diperlukan strategi pengembangan kota yang akomodatif terhadap perkembangan zaman,” katanya. Dikutip dari: https://voi.id/ekonomi/
Ehhhmm…apa sih yang dimaksud dengan smart city atau kota cerdas?
Istilah ini menggambarkan kondisi kota yang telah mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam tata kelola sehari-hari untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.
Begini, bukankah aneh tapi nyata, ketika kota besar seperti Jakarta, Surabaya Bandung ibarat magnet menjanjikan kehidupan lebih baik. Padahal sudah menjadi rahasia umum sesampainya di kota besar belum tentu kehidupan menjadi lebih baik. Hidup tidak jelas, antara makan tidak makan. Ujungnya justru meningkatnya angka pengangguran, kemiskinan dan angka kejahatan.
Ehhhmmm…. tetapi disinilah kerennya era digital menjawab. Dunia tanpa batas mampu mengubah kehidupan menjadi lebih baik.
Pemikiran cerdas, ketika Kominfo mengatakan bahwa pengembangan smart city menjadi bagian dari utilisasi teknologi digital dalam pengelolaan kota modern. Smart city juga merupakan salah satu aktualisasi dari transformasi digital yang inovatif dan solutif.
Tepatnya istilah Internet of Things (IoT) bukan halusinasi. Terlebih jika ditunjang oleh talenta digital di Indonesia maka sangatlah membuka peluang perekonomian desa dan kota kecil berkembang pesat. Mereka para generasi digital ini akan dibekali dengan pemahaman, bagaimana menggunakan internet beretika dan produktif.
Tentu disini peran penting pemerintah agar meningkatkan percepatan akses dan pembangunan infrastruktur digital untuk melayani publik secara cepat dan efisien. Didukung potensi SDM dan SDA desa, unsur kearifan lokal, karakteristik budaya masyarakatnya, serta memanfaatkan teknologi digital.
Apakah sudah dilakukan, maka jawabannya sudah.
Dibuktikan dengan keberadaan tol langit dan kehadiran 5G, bukti Kominfo mewujudkan amanat Presiden Joko Widodo terkait dengan akselerasi transformasi digital di Indonesia. Termasuk hadirnya Program Digital Talent Scholarship (DTS) yang melampui target dari 100 ribu, dan kini sudah diminati 109 ribu para peserta pelatihan.
Artinya, menjadi jelas keberadaan internet “dunia tanpa batas” memang satu solusi untuk mengatasi urbanisasi. Logikanya saja, jika segala sesuatu sudah dapat dilakukan melalui internet, lalu untuk apa lagi “menjerumuskan” diri dalam kehidupan kota besar yang tidak jelas ujungnya. Apalagi untuk generasi milenial atau generasi Y yang lahir sekitar tahun 1980 hingga tahun 1995 saat teknologi telah maju. Cara berpikir mereka jauh lebih praktis dan visioner.
Faktanya ketika pandemi menghantam dunia. Petani milineal, generasi muda yang memilih hidup menjadi petani dengan memanfaatkan teknologi menjadi wajah baru petani Indonesia. Kemudian, kita juga bisa melihat pergerakan UMKM di desa yang menunjukkan perkembangan pesat memasarkan hasil olahannya.
Jika dulu masyarakat desa atau kota kecil setingkat kabupaten misalnya hanya menggunakan internet untuk seru-seruan di media sosial. Tetapi, dengan melek digital generasi milineal kini, kehadiran internet adalah kendaraan untuk maju. Sebagai contohnya, milineal di Wonosobo memilih Youtuber sebagai profesi, tanpa harus meninggalkan kampung halamannya. Kemudian, pelaku UMKM asal Palembang terbukti sukses berjualan krupuk secara online dengan omzet 20 juta per minggu.
Intinya Iot itu nyata, dan kini baik desa dan kota kecil bukan lagi daerah terpencil tertinggal. Sebab belahan dunia manapun kini bisa dijangkau dengan kehadiran internet. Warga desa sekalipun bisa melakukan apapun, dan belajar apapun di dunia maya.
Singkat cerita, Indonesia dengan segala potensi kekayaan alam dan kreativitas, masyarakatnya tidak lagi perlu datang ke kota besar untuk mengadu nasib.
Istilahnya “orang kampung” bisa kaya tanpa menjadi orang kota. Kalau sudah begini, apakah masih akan konyol bertaruh nasib?
Padahal dengan internet, dunia sudah ada dalam genggaman masing-masing. Kini berpulang kepada pribadi masing-masing. Apakah mau mewujudkan mimpi, atau terus bermimpi.
Tulisan ini sudah pernah terbit di Kompasiana
https://www.kompasiana.com/desyana58165/61bb684c06310e2ef0670422/wujudkan-smart-city-solusi-cerdas-tekan-urbanisasi
Diterbitkan kembali disini, atas seizin penulis.