Dalam kasus ASABRI, persidangan minggu lalu memperlihatkan putusan pengadilan yang cenderung pro tuntutan jaksa. Beruntung, di sela-sela putusan sidang tersebut, salah seorang hakim mengajukan Dissenting Opinion (DO).
Hakim itu adalah Mulyono. Seperti dikutip dari banyak media, Mulyono Dwi Purwanto, anggota Majelis Hakim, mengajukan dissenting opinion pada kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di PT ASABRI di ruang sidang perkara ASABRI, Rabu, 04/01/2021. Mulyono menyoroti kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.
Ia menyatakan tidak setuju dengan penghitungan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta keterangan ahli di persidangan. Sebaliknya, Mulyono meyakini metode penghitungan jumlah kerugian negara di kasus ASABRI menunjukkan inkonsistensi dan tak tepat.
Ia pun menilai audit BPK didasarkan pada pembelian dana investasi yang tidak sesuai prosedur oleh ASABRI. Mulyono berpendapat bahwa selama ini metode audit untuk menghitung kerugian keuangan negara di perkara ASABRI ialah total loss. Sejatinya, menurut standar akuntansi di tanggal tertentu, posisi laba atau rugi bersifat unrealized karena belum riil terjual berdasarkan harga perolehan. Sehingga disimpulkan kerugiannya masih potensi.
Ia juga menambahkan bahwa perhitungan kerugian keuangan negara dari BPK tidak memiliki dasar jelas. Audit itu dianggap tidak memenuhi kerugian negara yang nyata dan pasti. Karena itu, metode penghitungan jumlah kerugian keuangan negara sejumlah Rp 22,788 triliun yang mana terdakwa masing-masing turut serta menyebabkan kerugian keuangan negara adalah tidak berdasar dan tidak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
DIssenting Opinion Mulyono Didukung Pakar Hukum
Dissenting Opinion yang dilontarkan Hakim Mulyono ini oleh pakar hukum dinilai sebagai sebuah langkah yang sudah seharusnya dan benar.
Adalah Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yakni Prof Mudzakkir yang mengapresiasi dissenting opinion Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kerugian negara dalam kasus Asabri ini. Menurutnya, sudah benar dissenting opinion yang dilakukan oleh Mulyono.
Sebab, menurutnya penghitungan BPK seharusnya didasarkan pada kerugian riil atau faktual, bukan kerugian yang masih merupakan potensi.
Mudzakkir juga mengatakan bahwa hakim dalam perkara ASABRI harusnya berani memihak pada kebenaran. Mereka tidak boleh takut, Independensi mereka dijamin oleh UU.
Dia pun menyitir Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 mencabut frasa ‘dapat’ dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Putusan MK itu menafsirkan bahwa frasa “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss), bukan perkiraan kerugian keuangan negara (potential loss).
“Hakim harusnya mengikuti putusan MA itu”, katanya.
Dissenting Opinion Mulyono Patut Diapresiasi
Kembali kepada DO yang diajukan oleh hakim Mulyono perlu kita beri apresiasi. Keberaniannya menyuarakan kebenaran dalam kasus ASABRI ini tergolong langka. Sebagai contoh, dalam kasus Jiwasraya, hakim pada mengikuti alur tuntutan jaksa. Padahal kedua kasus ini punya kemiripan utama dalam pokok perkaranya yakni potential loss yang dinilai sebagai kerugian faktual.
Penilaian hakim yang menyamakan potential loss dengan kerugian faktual adalah sebuah kesalahan yang bisa menimbulkan skandal hukum baru. Faktanya, apa yang merupakan potensi kergian pada Jiwasraya ternyata tak lama berselang setelah vonis dijatuhkan, saham-saham Jiwasraya meroket naik.
Karena itu, memutuskan perkara ASABRI ini jangan sampai mengulang kekonyolan yang sama. Apa yang masih merupakan potensi tidak boleh disamakan dengan fakta.
Karena itu, langkah yang dilakukan Mulyono sudah sepatutnya kita dukung.