Seminggu belakangan ini media online Nasional Tempo melalui kolom opininya Indonesiana menaikkan artikel terkait bojar bajer Istana. Sangat intens bahkan bukan hanya artikel, melainkan menggunakan platform twitter untuk membangun opini bahwa buzzer istana (istilah mereka) amat sangat perkasa dan membuat kelimpungan jagat maya.
Benarkah demikian? Mari kita telusur satu persatu “revenge” Tempo karena merosotnya rating mereka di app store Google maupun Apple yang dipantik dari cover Jokowi berbayang hidung Pinokio. Netizen melakukan penilaian pada Tempo dimana ratingnya jadi tinggal 1.6 dan 1.8 dimana hal tersebut sangatlah buruk untuk sebuah aplikasi di telepon selular.
Selang beberapa hari Tempo memainkan isu buzzer Istana dan puncaknya Tempo mengutip sebuah kajian dari oxford “The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation” yang dilakukan oleh Samantha Bradshaw dan Phillip Howard dari University of Oxford. Dengan framing: “Pasukan Cyber Indonesia lemahkan pers” dan “Pro Jokowi kuasai DPR, Buzzer kuasai medsos”


Sumber dari Oxford justru menampilkan data yang sangat bertolak belakang dari yang diberitakan oleh Tempo.
Jika Tempo memframing pemerintah memainkan pasukan cyber justru terjawab pada kajian Oxford bahwa Pemerintah Indonesia tidak menggunakan buzzer.

Kemudian framing kedua adalah “Buzzer menguasai medsos dan lemahkan pers” masih dari sumber yang sama kita bisa lihat sebesar apa buzzer media sosial di Indonesia ini kategorinya justru berkapasitas rendah. Yang artinya pers masih mendominasi pemberitaan dan kepercayaan masyarakat akan sebuah pemberitaan.

Tempo bukan berbenah dan memberitakan hal yang semestinya, namun justru melakukan framing-framing sumir tentang bojar bajer yang sama sekali tidak sesuai data yang sebenarnya. Tentu saja hal ini merupakan senjakala jurnalisme seperti yang pernah ditulis Michael Rosenblum di Huffington Post pada medio 2015 lalu yang berjudul “The End Of Journalism“ <<< Silakan baca
Bukan merespon sebuah senjakala dengan langkah dan strategi bijaksana, namun justru mempercepat kematiannya sendiri.