• Redaksi
  • Info Iklan
  • Kirim Tulisan
  • Daftar
Wednesday, January 20, 2021
  • Login
No Result
View All Result
NEWSLETTER
narasikita.com
  • Home
  • Politik
  • Sejarah
  • Internasional
  • Celoteh netizen
  • Cerpen
  • Hiburan
  • Home
  • Politik
  • Sejarah
  • Internasional
  • Celoteh netizen
  • Cerpen
  • Hiburan
No Result
View All Result
narasikita.com
No Result
View All Result

Sindir Intoleransi di Sumatera Barat, Masjid Ini pun Dibangun oleh Umat Katolik

Intoleransi adalah musuh kita bersama. Apalagi menyangkut agama. Karena itu intoleransi wajib dilawan.

oleh Aven Jaman
20/12/2019
di Headline, Nusantara, Sejarah, Sok Milenial, Sosial
0
Sindir Intoleransi di Sumatera Barat, Masjid Ini pun Dibangun oleh Umat Katolik

Masjid Al Hidayah, Nanga Lanang sedang direnovasi warga setempat

29k
SHARES
14
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa hari terakhir ini, wacana kita banyak dihiasi oleh berita tentang dua desa di Sumatera Barat yang mengalami intoleransi. Beberapa media terkemuka di tanah air memberitakan bahwa umat kristiani di desa Sungai Tambang, Kabupaten Sijunjung dan Desa Jorong Kampung Baru, Nagari Sikaba, Kecamatan Pulau Punjung, Dharmasraya telah dilarang untuk merayakan Natal.

Larangan itu tak main-main. Datangnya dari kepala daerah masing-masing. Konon, apabila umat Kristiani tetap ngotot melaksanakan ibadah hari raya mereka, tindakan tegas bakal diambil. Entah apa maksud tindakan tegas tersebut.

Larangan tersebut lantas viral dan memantik reaksi julid dari para warganet setanah air. Kebanyakan menyayangkan larangan tersebut.

Di kesempatan ini, tulisan sederhana ini hendak kami maksudkan untuk mendukung reaksi penolakan warganet terhadap larangan yang dibuat pemerintah Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Dharmasraya.

Pejabat Negara yang Lupa Akar Budaya Nusantara

Menyimak persoalan tersebut, satu hal terlintas di benak bahwa di tengah-tengah kita saat ini sudah ada yang lupa diri. Mereka entah sengaja atau tidak, telah dengan nyata menunjukkan sikap yang tidak mencerminkan akar budaya Nusantara.

Baca Juga :

Kasus Korupsi 3T Labuan Bajo : Kejaksaan Tidak Boleh Terpengaruh oleh Intrik para Mafia Tanah

Publik Menunggu Janji ‘Kado” Tahun Baru 2021 Dari Kejaksaan NTT.

Akhir 2020, Pertamina Hadirkan 106 Pertashop di Jawa Tengah dan DIY

Nusantara adalah bangsa besar, kaya akan adat-istiadat, beraneka ragam budayanya. Bangsa ini dulunya penganut animisme sebelum agama-agama yang kini dianut warganya masuk dan memengaruhi perilaku sosial.

Agama, katanya adalah sistem nilai yang hendak meluruskan perilaku bar-bar yang mana sangat lekat pada masyarakat nomaden dan animis. Awalnya pengaruh Hindu masuk melalui interaksi dengan orang-orang India, lalu kemudian Budha. Menyusul kemudian Islam, lalu belakangan Kristen (Katolik dan Protestan) dan Kong Hu Tsu.

Ketika bangsa ini memasuki era modern berupa berdirinya negara demokratis Republik Indonesia, agama-agama import ini sudah dipeluk oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Maka, saat konstitusi dasar untuk negara yang baru berdiri ini dibuat BPUPKI, kelima agama yang sudah umum dipeluk warga waktu itu dinyatakan sebagai agama resmi negara dan dituangkan dalam pasal 29 UUD 1945. Karena dinyatakan sebagai agama resmi, maka idealnya, siapapun warga negara Indonesia, bila ingin menjalankan ibadah sesuai agama yang dipeluknya, silahkan saja, mau Muslim, Kristiani, Hinduis, Budhis atau pula Konfusian.

Maka, apabila ada kepala daerah sampai membuat larangan melaksanakan ibadah untuk warganya di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, ini jelas merupakan pelanggaran terhadap Konsitusi Dasar. Wajib sifatnya pejabat tersebut dihadapkan pada interpelasi. Dia harus ditanyakan tentang kecintaannya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mana sudah sejak awal berdiri telah menjadikan 5 agama dinyatakan resmi sebagai agama warganya: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan terakhir pada era 2000an saat Gus Dur yang jadi presiden telah pula menjadika Kong Hu Tsu sebagai agama resmi yang ke-6.

Mengapa ditanyakan kecintaannya pada NKRI? Tak lain karena namanya Negara Kesatuan ya berarti di dalamnya ada banyak perbedaan yang disatukan, bukan disamakan. Beda cerita kalau negara ini adalah negara agama yang didasarkan pada satu agama tertentu saja.

Kita harus waspada terhadap ideologi yang sekarang sangat mengancam eksistensi NKRI yakni ideologi khilafah islamiyah bahwa negara didasarkan pada agama Islam saja, segala sesuatunya harus tunduk dan taat pada syariat Islam. Pejabat pada kedua kabupaten di Sumbar di atas bisa jadi telah terpapar virus tersebut dan maka dari itu wajib dipertanyakan lagi kecintaannya pada NKRI.

Umat Katolik di Flores, NTT Merespon Intoleransi di Sumatera Barat dengan Membangun Masjid

Kontras dengan intoleransi yang diperagakan oleh dua kabupaten di Sumatera Barat, masyarakat di Flores yang 97% warganya adalah penganut agama Katolik, justru menunjukkan sikap sebaliknya. Jamaah muslim yang jumlahnya tidak begitu banyak, malah dibangunkan masjid. Tidak tanggung-tanggung, yang turun tangan membangun malah ada sosok Pater (romo) Ernest Wasser yang membangun masjid di Bari, Manggarai Barat. Juga di Nanga Lanang, Manggarai Timur ada Pater (romo) Hans Runkel yang membangun Masjid Al Hidayah untuk komunitas nelayan yang merupakan pendatang dan beragama Islam.

Pater Ernest Wasser dengan latar masjid yang sedang dibangunnya di Bari, Manggarai Barat.

Sedikit mengenai masjid Al Hidayah di Nanga Lanang, saat ini kondisinya memrihatinkan. Karena itu, atas dasar swadaya masyarakat setempat (baca yang umumnya Katolik), masjid ini sedang direnovasi kembali karena sudah hampir rubuh akibat terkena abrasi menyangkut masjid ini letaknya di pinggir pantai.

Nah, apa yang ditunjukkan saudara-saudara di NTT ini seakan menohok mata daerah-daerah lain di Indonesia yang dengan soknya berupaya menghalang-halangi sesamanya untuk membangun rumah ibadah atau bahkan untuk melaksanakan ibadah hanya karena mereka adalah penduduk asli dan merupakan mayoritas pemeluk agama yang beda dengan pendatang.

Seharusnya, di negeri yang telah sepakat bernegara kesatuan ini tak ada lagi praktek-praktek intoleransi. Tiru masyarakat NTT!(*)

Aven Jaman

Aven Jaman

"Santrine" Gus Dur, Gilain Sukarno, kadang "liar" seperti Sujiwo Tedjo, namun takut alami kematian macam Sartre dan Voltaire.

Berikutnya
Pelaku Penyiraman Novel Baswedan Tertangkap, EGP

Pelaku Penyiraman Novel Baswedan Tertangkap, EGP

My Tweets

Populer

  • Tragis! Jonathan Christie Dihujat karena Agamanya

    Tragis! Jonathan Christie Dihujat karena Agamanya

    6122 shares
    Share 6121 Tweet 0
  • Waspada, Indonesia Berpotensi Hilang dari Peta Dunia

    42 shares
    Share 41 Tweet 1
  • Kejaksaan Wajib Urai Proxy Bakrie-Rini-Hexana pada Lingkaran Kasus Jiwasraya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah Presiden Jokowi Penuhi Ramalan Jayabaya?

    239 shares
    Share 238 Tweet 0
  • Novel Baswedan adalah Iblis di KPK (?)

    507 shares
    Share 506 Tweet 0
  • Tentang
  • Redaksi
  • Info Iklan
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer

© 2018 www.narasikita.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Sejarah
  • Internasional
  • Celoteh netizen
  • Cerpen
  • Hiburan

© 2018 www.narasikita.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Password Reset
Please enter your e-mail address. You will receive a new password via e-mail.