Rahayu Saraswati, aktivis Perempuan menegaskan bahwa pemimpin dilahirkan dan dididik oleh sosok-sosok perempuan, Ibu-ibu yang hebat.
Dalam webinar “Srikandi Milenial: Membumikan Etika Kebangsaan”, Sabtu (15/08), Saras menyampaikan latar belakang dirinya sebagai perempuan yang dilahirkan dan dibesarkan oleh sosok perempuan yang hebat.
Saras mengatakan, perempuan yang dibesarkan dengan nilai-nilai yang baik pasti akan juga melahirkan pemimpin-pemimpin dengan nilai yang baik (leaders create leaders).
“Saya dibesarkan oleh seorang ibu yang menjadi sosok Srikandi dan Kartini bagi saya. Dalam hal nilai yang ditanamkan memang dimulai dari unit terkecil yaitu keluarga. Dari beliau, saya mengerti bahwa saya memiliki tanggung jawab sebagai seorang ibu dan istri untuk memastikan bahwa di keluarga saya memiliki nilai yang tepat,” tuturnya.
Menurut Saras, nilai-nilai kebaikan tersebut harus diberikan kepada anak-anak dan generasi penerus bangsa ini. Seperti yang ia lakukan pada kedua anak laki-lakinya. Saras menyebutkan, dua anak laki-lakinya yang masih kecil harus mengerti bagaimana mereka harus menghormati perempuan bahkan sesama.
“Ini pun bisa dilakukan jika suami saya, yang juga sebagai ayah mereka berperan memberikan contoh bagi anak-anak bagaimana harus menyayangi dan menghormati saya sebagai pendampingnya atau sebagai perempuan. Karena jika tidak, mereka nanti akan melihat contoh yang salah,” tambah Saras.
Acara webinar yang bertajuk “Membumikan Etika Kebangsaan” secara umum membahas soal etika berkebangsaan di era pandemi covid-19 dan bagaimana masyarakat Indonesia khususnya perempuan mampu beradaptasi dengan wabah ini.
“Memahami etika artinya kita juga harus memiliki daya pikir kritis supaya dapat melihat lebih banyak sudut pandang. Jika kita pahami Pancasila dengan baik, misalnya, kita akan mengerti bagaimana kita menghormati hak-hak setiap warga negara Indonesia dalam hal beribadah dan bernegara,” papar Saras.
Menurut pengalaman pribadi Saras, human rights atau hak-hak masyarakat Indonesia yang mendasar seperti Pendidikan atau bahkan urusan perut saja sering kali belum bisa terpenuhi.
“Apalagi jika kita kaitkan dengan Pancasila sila ke 5: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita bukan negara liberal kapitalis, kita negara yang memiliki nilai sosial dalam bagaimana kita menjalani hidup. Apalagi Sila ke 1 yang suka disalahartikan menjadi kekuatan mayoritas di atas minoritas,” jelasnya.
Saras juga menyampaikan, orang yang memiliki kekuasaan sudah seharusnya bertanggung jawab untuk membantu orang-orang yang tidak memiliki akses setara dengan kita.
Lebih lanjut lagi Saras menyampaikan soal kondisi perempuan di Indonesia terutama perempuan yang terdampak wabah corona.
“Bagaimana nasib perempuan di Indonesia? Bagaimana nasib mereka di masa pandemi ini?”
Menurutnya, banyak sekali perempuan di Indonesia yang terdampak pandemi seperti ibu-ibu petani yang kesulitan akses air bersih atau bahkan kesulitan mengakses pendidikan bagi anak-anaknya, kemudian ada pula masalah interkonektivitas dan cyber security yang perlu menjadi perhatian di era new normal ini.
“Semua itu adalah tanggung jawab kita sebagai pejuang perempuan untuk memperjuangkannya.” pungkas Saras.