
Hanya dalam hitungan minggu rakyat Indonesia akan menggelar pesta demokrasi. Pesta rakyat 5 tahunan ini telah begitu menyita banyak waktu, tenaga dan fikiran. Tidak sedikit pula yang harus meninggalkan keluarganya hanya untuk menghadiri kampanye karena ingin membela dan mendukung paslon jagoannya. Di antaranya bahkan ada yang sampai harus menghalalkan segala cara demi ambisi untuk memenangkan pilihannya. Itulah warna-warni politik.
Sah-sah saja sebetulnya untuk mendukung jagoan idaman. Namun, menjadi kontraproduktif tatkala pesta lima tahunan tersebut menjadi medan perseteruan yang berujung permusuhan. Apalagi, situasi tersebut dibiarkan berlarut berbulan-bulan.
Andaikata waktu yang selama sekian bulan itu diisi dengan argumen, pendapat, promosi bahkan solusi untuk meyakinkan orang untuk bisa memilih mana yang terbaik sungguhlah teramat elok dan sedap dipandang. Namun jika sudah melibatkan hoax dan fitnah serta ujaran kebencian, pemilu sudah otomatis menjadi kontraproduktif sama tujuannya.
Alih-alih ingin mendapatkan pemimpin yang ideal buat semua, antarkubu pendukung malah akhirnya saling hujat, saling cerca, intimidasi atau bahkan sampai berujung pada persekusi secara fisik. Inilah yang membuat kita jadi miris.
Kadang keegoisan bahkan dipakai hanya untuk membela & melindungi diri dari serangan orang lain. Bahkan di dunia maya baik yang tua maupun yang muda begitu rela untuk menghabiskan waktunya hanya untuk menyerang kubu pendukung lawan. Begitu banyak sudah cerita yang bisa jadi contoh.
Politik memang begitu dahsyat kekuatannya, kadang seperti magnit yang bisa menarik semua orang agar terjun di dalamnya, namun tak jarang pula menjadi alasan untuk membenci. Alhasil, tak sedikit yang harus berakhir tragis di penjara karena ulahnya yang sudah di luar kewajaran berpolitik seperti tebar hoax, fitnah dan penggiringan opini untuk menyesatkan publik.
Manusia itu memang kadang serakah untuk alasan demi ambisinya tanpa peduli dengan hak-hak orang lain. Serangan untuk menjatuhkan lawan dilancarkan demi memuluskan ambisi tersebut. Bahkan, tak peduli bila misal yang jadi korban adalah keluarga sendiri, asal jagoannya mulus naik berkuasa.
Tapi wajar sih, namanya juga kompetisi, sayangnya sampai harus perang ego. Berbagai ulasan & alasan mereka pakai hanya untuk melakukan pembenaran. Kita tahu, semua itu mungkin hanya sementara. Tapi sadar atau tidak itu semua bisa menunjukkan sifat kita dan jati diri kita kepada orang lain.
Tapi politik itu lucu juga sih. Kok gitu? Lucu, karena semua orang dengan sendirinya bisa langsung hanyut di dalamnya. Yang sebenarnya dia bukan siapa-siapa, tapi seolah dia sudah hebat, bisa segalanya. Kadang kelakuannya kayak anak kecil padahal dari segi umur sudah bisa memilah-milah dengan bijak akan sesuatu. Kelihatannya lucu, tapi sebenarnya miris. Orang-orang jadi pada saling sikut, saling sindir saat ketemu maupun di belakang lawannya.
Tapi ya begitulah. Namanya juga politik, dia bisa menyatukan sekaligus bisa memecah-belah. Emang lucu!
Harusnya, meski berbeda pilihan, satu sama lain mestinya masih merasa bersaudara, karena kita masih satu bangsa dalam naungan merah putih. Karena itu, seyogianya kita semua sukseskan pesta rakyat ini dengan hati yang riang gembira, bukan malah saling membenci antarkubu.
Akhir kata, dari Hongkong saya cuma bisa berdoa semoga segala kelelahan yang pernah menguras tenaga kita, bisa terbayarkan kelak, pilihan kita yang tampil menang. Semoga Allah mengijabah doa tulus kita. Amin.
Salam waras.
#2019JOKOWILAGI