Tawa renyahnya tak mengurangi sedikit pun kesan anggun dari penampilannya. Apalagi saat dia berbicara, rasanya betah untuk menyimak, walau akhirnya waktu tak terasa sudah harusnya berkemas. Jumpa sekilas secara tak sengaja itu pun membekas pada Mona, crew kami dengan perempuan cantik berdarah Tionghoa usia 40an tahun, Anne Sulistijadewi, di sebuah kedai kopi di bilangan Jakarta Pusat dua minggu lalu.
Saat itu Narasikita memang sedang berurusan meliput sebuah acara kampanye politik dari kubu paslon no urut 01 Pilpres 2019, Jokowi-MA di daerah tersebut. Lalu saat hendak ngopi di kedai kopi tadi, dirinya secara tidak sengaja duduk bersisian dengan Anne, yang kala itu terlihat sedang asyik membuka-buka hapenya sambil sesekali menyeruput.
Percakapan pun bermula tatkala Narasikita melihat pin bertanda PSI yang dia pasang di blazer yang dikenakannya saat itu.

“Maaf Mba, Anda anggota atau caleg PSi, nih?”, demikian Narasikita bertanya membuka percakapan.
“Ya, betul. Saya anggota sekaligus caleg PSI untuk DPR RI”, jawabnya sambil menebar senyuman ramah.
Seketika naluri jurnalistik Narasikita pun tergelitik mengingat ada sesuatu pada dirinya. Dia tak hanya seorang wanita, tapi juga beretnis Chinese, PSI yag tergolong partai baru pula kendaraannya. Wah, ini istimewa. Maka, setelah berbasa-basi sejenak, Narasikita pun terlibat pembicaraan serius dengannya yang antara lain seperti berikut.
Narasikita (NK): Apa sih yang mendorong Anda terjun ke dunia politik?
Anne Sulistijadewi (AS): Sebagai orang beretnis Chinese di negeri ini, saya dibuat amat terkesan oleh figur seorang Basuki Tjahaja Purnama, Ahok. Etnis kami yang minoritas, di tangan BTP tidak menjadi halangan untuk menyumbang bakti pada negeri lewat jalur politik. Bagi BTP, sistem yang baik hanya bisa tercipta oleh pribadi-pribadi yang baik duduk di baliknya. Prinsip-prinsip hidup yang jujur, bersih, apa adanya dan berani melawan segala bentuk ketidakadilan sosial yang ada di sekitarnya sungguh menggugah dan menggugat nurani saya juga untuk turut terlibat meski sadar akan risikonya.
Namun, ketakutan pada risiko tersebut terhitung kecil mengingat suami saya ternyata sangat menginginkan saya mampu berbuat sesuatu buat bangsa dan negara yang saya cintai ini. Ceritanya begini.
Saya dan suami saya yang WNA India, namanya Dharmendra Pratap Singh Bais, biasa dipanggil Deep, suka menghabiskan waktu bersama untuk nonton film. Lalu, pada Juni 2017 Film TUBELIGHT latar belakang perang Sino-India 1962 adalah pilihan kami, peran utama Salman Khan berperan sebagai laki-laki naif yang mudah percaya dan penolong berteman dengan perempuan keturunan China yang lahir dan tinggal di India. Bagaimana Liling yang diperankan Zhu Zhu mendapatkan perlakukan, dalam tanda kutip, tidak baik sebagai minoritas dan bagaimana Laxman diperankan oleh Salman Khan berusaha membantunya.
Di akhir film, saya bertanya kepada suami saya, apakah dia akan kembali ke India jika negaranya memanggilnya untuk perang? Dan yang mengejutkan saya adalah dengan mantap Deep mencawab “Off course, are you crazy? When my country call me, we are ready to die, whole mother will be proud when her children die for our India. (Tentu saja, apakah kamu gila? Jika negeriku memanggil, kita harus siap-sedia untuk mati, semua kaum ibu akan bangga apabila anak-anak mereka rela mati demi India). OMG, saya gak punya kecintaan seperti itu buat negara saya, bahkan gak punya keberanian untuk mati buat negara saya. Antara malu dan shock, campur aduk di hati saya.

Belum selesai dengan perasaan saya, Deep bertanya, sebenarnya kamu itu China atau Indonesia?
Terkejut dengan pertanyaannya, saya bertanya, “Why you ask like that?”(Kenapa kamu bertanya demikian?). Deep bilang saya setiap bertemu Chinese di Indonesia itu exclusive. Lalu saya jelaskan sikon yang kami hadapi di zaman Orba. Sekali lagi Deep bertanya, “Means you are Chinese or Indonesian?” (Tegaskan, kamu Chinese apa Indonesia?)
Waktu saya jawab, “Off course I am Indonesian” (Tentu saja saya Indonesia), pertanyaan berikutnya lebih mengejutkan saya,
“Then why you don’t try to do something for your country?” (Terus, mengapa kamu tidak berbuat sesuatu untuk Indonesia?). Hal yang tak pernah terlintas di benak saya selama ini.
Saya bertanya, “What should I do?” (Apa yang harus saya lakukan?) Deep jawab, “You can joint a party, at least you try, choose good party, try it, success or not success is not in our hand. At least history will be there that you ever try.” (Kamu coba masuk sebuah partai, pilih yang baik, sukses atau tidak, itu bukan urusan kita. Yang penting ada sejarahnya bahwa kamu pernah mencoba).
Sejak itu saya sering buka website dan membaca mengenai partai-partai yang ada di Indonesia. Sebagai pendukung Bu Megawati, keinginan saya tentunya gabung ke PDIP, namun saya sadar sebagai newbie saya gak akan diperhitungkan, sedangkan usia saya sudah 45 (tidak muda lagi hehehe).
Tapi kemudian saya menjatuhkan pilihan pada PSI. Mengapa PSI, ada beberapa pertimbangan antara lain.
Pertama, saya orang baru di dunia politik, pantasnya masuk lewat lewat partai baru, jadi sama-sama baru, sama-sama belajar, sama-sama berjuang.
Kedua, partai ini nasionalis. Sebagai partai yang berplatform nasionalis, PSI tentu bisa saya andalkan untuk jadi kendaraan dalam merealisasikan gagasan-gagasan maupun impian-impian saya untuk bangsa ini terutama terkait realitas bangsa kita yang beraneka ragam.
Ketiga, PSI membuka penjaringan calon legislatifnya secara online yang tentu amat memudahkan saya dari sisi efisiensi waktu dan tenaga. Lalu saya pun mendaftar secara online melalui websitenya. Lupa kapan tepatnya saya daftar. Dengan segala keterbatasan pengetahuan, saya mendaftar sebagai Caleg DPR RI Jabar 3, dengan dasar pemikiran saya tinggal di Kota Bogor sehingga untuk melayani warga maka masih terjangkau baik secara waktu, tenaga dan biaya.
NK: Bila gagal nyaleg, apakah dunia politik bakal ditinggalkan?
AS: Latar belakang saya nyaleg adalah ingin berbuat sesuatu sebagai WNI. Setidaknya saya mencoba berbuat sesuatu, sebagai “minoritas” bahkan sampai saat ini rata-rata kami buta dan skeptis terhadap politik. Saat saya mengumumkan kepada keluarga besar bahwa saya nyaleg, hampir semua terkejut, dengan berbagai komentar dari “kurang kerjaan?” beneran ada yang menawari kerjaan, gila, ngapain cari penyakit, dst. Jadi, jujur jika gagal tidak masuk ke Senayan, pertama yang saya lakukan ya kembali bekerja pada perusahaan yang saya bangun bersama suami. Saya beruntung memiliki suami yang mendukung dan konsekuen dengan pilihan kami.

NK: Bila sukses nyaleg, hal apa yang akan dilakukan?
Dalam perjalanan sebenarnya banyak yang tidak sesuai dengan hati nurani saya, namun saya merasa harus bertanggung jawab terhadap keputusan saya untuk nyaleg, dan sekalian melihat bagaimana sebenarnya dunia politik ini. Selama ini hanya sebagai pengamat lewat TV hehehe
Sejak Oktober 2018 kemarin saya keliling door to door, bertemu dengan komunitas, warga di Cipanas, Cianjur dan Kota Bogor. Melihat bagaimana susah dan sulitnya warga walau dekat dengan ibukota. Bertanya-tanya mengapa wakil mereka tidak pernah berkunjung, menimbulkan rasa syukur yang mendalam atas apa yang saya miliki selama ini. Jika saya terpilih sebagai wakil rakyat, maka saya berharap saya dapat membawa kebaikan, membuat perubahan yang memajukan mereka.
Hal itu akan dapat dilakukan dengan lebih mudah karena saya maju lewat PSI yang mana memiliki platform di mana anggota dewan PSI wajib lapor dan absen apa saja yang mereka lakukan. Jadi kami akan secara profesional bekerja seperti karyawan masuk kerja dan membuat laporan apa saja yang kami kerjakan dan menguploadnya kepada boss kami yaitu masyarakat di dapil kami.
Tidak berhenti di situ, masyarakat sebagai boss berhak memecat kami, karena nanti masyarakat dapat mendownload dan menjalankan aplikasi serupa dengan grab/gojek dimana kami wakil mereka diberi bintang 1 – 5 dengan tingkat kepuasan dan data pendukung terutama jika tidak puas.
Tak terasa, kopi di cangkir kami masing-masing sudah habis disruput. Saatnya kami harus berpisah. Didahului saling bertukar kartu nama, akhirnya kami pun beranjak.

Sekilas Mengenai Anne
Nama Lengkap: Anne Sulistijadewi, S.Kom, MM
Lahir: 09 Oktober 1973
Agama: Katolik
Status Perkawinan: Menikah (dengan Dharmendra Pratap Singh Bais , WN India).
Alamat: Bukit Cimanggu City Blok G3 No. 6, Kota Bogor 16166
Telp: 0251 7536 757, 08211 4444 826
Email: : [email protected]
FB : https://www.facebook.com/anne.sulistijadewi
IG: https://www.instagram.com/annesulistijadewi
Selamat berjuang, Bu Anne!(*)