Oleh: Simeon Sion H*)
Kemajuan peradaban dunia kini ditandai dengan perkembangan tekhnologi informatika yang nyaris menggeser peran tangan manusia. Suksesnya peluncuran Space-X milik Elon Musk tak ayal membuat kita berani membayangkan bahwa dua atau tiga dekade lagi manusia bahkan mungkin sudah benar-benar bisa berkoloni di luar angkasa. Itu semua menjadi mungkin karena tekhnologi informatika telah bermetamorfosis menjadi pengganti tangan atau bahkan otak manusia.
Derasnya laju perkembangan Iptek tentu tidak hanya membawa dampak positif bagi kehidupan sosial kita. Perkembangan itu rupanya dalam berbagai temuan memperlihatkan manusia lama-lama mengalami alienasi dengan dirinya. Manusia menjadi asing dengan kemanusiaan itu sendiri.
Ciri-ciri keterasingan itu tampak dari merosotnya moral, hilangnya kepekaan sosial, meningkatnya gaya hidup hedonis, dll. Ini semua tentu membawa keprihatinan sendiri.
Sebab, manifestasi dari merosotnya moral adalah kriminalitas yang sudah makin berevolusi menjadi tindakan kejahatan yang lebih canggih menggunakan media-media yang belum ditemukan pada dekade lalu.
Di sisi lain, aparat penegak hukum yang dipercayakan untuk mengantisipasi kejahatan dituntut untuk senantiasa mengupgrade ketangkasan mereka dalam hal penindakan dan pencegahan. Kepada mereka sangat diharapkan untuk memiliki intuisi tajam dalam membaca dua tiga langkah di depan modus kejahatan. Sehingga apabila terjadi sebuah modus kejahatan, mereka sudah dalam keadaan siap sedia, tinggal eksekusi langkah strategis dalam menanganinya.
Salah satu lembaga yang paling dituntut untuk memiliki kepekaan itu adalah POLRI. Lembaga yang didapuk sebagai pemelihara Kamtibmas, Pelindung, Pengayom dan pelayan masyarakat serta Penegak Hukum ini (UU No.2 Tahun 2002) oleh negara itu diharapkan kecekatannya dalam mengantisipasi pun pula menindak berbagai modus kejahatan kontemporer.
Sayangnya, lembaga ini oleh beberapa oknum telah membuatnya menjadi instansi pemerintah yang mengalami defisit kwalitas. Degradasi moral yang menjangkiti para oknum tersebut tentu serta-merta membuat citra POLRI tercoreng.
Menyadari hal itu, pimpinan Polri pun bertekad untuk merubah diri dengan melakukan berbagai terobosan baru yang inovatif dan kreatif baik yang berbasis teknologi maupun konvensional. Diharapkan agar upaya-upaya ini yang membawa Polri kembali menemukan jati dirinya. Perlahan namun pasti jika konsisten diterapkan terobosan-terobosan inovatif itu, nisacaya Polri akan kembali dipercaya masyarakat.
Kita sebut di sini prestasi Polri yang berhasil menaikkan citranya di mata masyarakat antara lain pemberantasan terorisme. Selain itu terobosan dalam hal pengadaan SIM dan SKCK yang kini dilakukan secara online adalah bentuk lain kinerja inovatif POLRI sebab pelayanan itu memangkas biaya dan waktu bagi masyarakat karena telah berbasis digital.
Tekad Polri yang hendak memastikan arah bangsa ini tetap setia kepada warisan pendahulu bangsanya seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 pun bisa terwujud. Kiranya dengan begitu Polri benar-benar kembali menjadi mitra dan pelayan masyarakat yang ideal.
Tanda-tanda menuju itu setidaknya mulai terlihat. Survei Transparansi Internasional pada tahun 2019 misalnya, menempatkan Indonesia pada urutan ke-85 dengan Corruption Perceptions Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 40. Angka ini adalah angka yang terbilang baik karena mengalami kenaikan 2 point dari tahun sebelumnya dan mampu berada pada urutan ke 4 ASEAN setelah Singapura, Malaysia dan Brunei Darusallam. Kenaikan peringkat ini tentu berkat kinerja Polri sebagai garda terdepan dalam mencegah dan menindak berbagai bentuk kejahatan, tak terkecuali korupsi.
Meski demikian, kita tak harus berpuas diri. Maka, Presiden pun mengintruksikan untuk terus meningkatkan kinerja positif terutama dalam melakukan pencegahan tindakan korupsi. Hal itu tidak Cuma berlaku dalam tugas Polri di luar tubuhnya melainkan juga internal POLRI sendiri.
Karenanya, Permenpan dan RB Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi mesti selalu dijadikan tolak ukur kinerja. Sebab, peraturan tersebut adalah pedoman umum yang merupakan acuan bagi pejabat di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (K/L/Pemda) dalam rangka Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi. K/L/Pemda yang telah mencanangkan kesiapan/kesanggupan menjadi K/L/Pemda yang berpredikat ZI mewujudkan komitmen pencegahan korupsi melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan pencegahan korupsi dalam bentuk yang lebih nyata secara terpadu dan disesuaikan dengan kebutuhan K/L/Pemda yang bersangkutan.
Berpedoman pada Zona Integritas
Dengan berpedoman pada Zona Inegritas ini dipercaya Polri akan sanggup melakukan penguatan moral dan etikanya. Zona integritas secara serta-merta mengembalikan Polri pada spiritulitas pelayanan kepada masyarakat, menyadari tugas dan amanah yang dimiliki sebagai tanggung jawabnya pada masyarakat.
Jendral Polisi Idham Azis selaku Kapolri pun lalu menerjemahkan Zona Integritas tersebut dengan mencanangkan Komitmen Kapolri yang tertuang dalam 7 Program Prioritas Kapolri yakni menekankan Perwujudan SDM unggul, Pemantapan Harkamtibmas, Penguatan penegakan hukum yang profesional dan berkeadilan, Pemantapan manajemen media, Penguatan sinergi polisional dan Penataan kelembagaan serta Penguatan pengawasan kiranya bisa menjawab harapan pemerintah melalui program Zona Integritas tadi.
Kita berharap perkawainan Zona Ingritas dengan Tujuh Program Prioritas Kapolri pada akhirnya melahirkan produk berupa personel polisi yang dirindukan dan dicintai masyarakat. Semoga. (*)
__________
*)Catatan Redakasi: Penulis adalah anggota Polri yang berdinas di Polres Kabupaten Kupang, NTT