Oleh : Ilham Hartono
KPK lahir disebuah masa dimana krisis kepercayaan atas penegakan hukum, terutama korupsi sudah pada titik nadir. Awalnya merupakan angin segar karena KPK menjadi sebuah benchmark sebuah penegakan hukum sebuah lembaga diluar alat negara yang ada. Bahkan banyak tersangka yang merupakan elit di pemerintahan.
KPK menjadi harapan baru ketika lahir, mewakili suara rakyat yang rindu pemerintahan bersih. Dan tentu saja menjadi media darling nomor satu yang dicintai rakyat, dan dalam beberapa kasus KPK ada bersama rakyat. Angin KPK semakin kencang, tapi akar KPK bersama rakyat makin mencengkeram kuat.
KPK saat ini tentu bukan KPK yang dulu, KPK saat ini adalah lembaga besar yang penuh intrik politik. Lembaga superbody yang makin songong karena merasa dibela rakyat untuk semua sepak terjangnya. Bahkan ketika panas seperti sekarang ini, justru borok KPK menganga dimana-mana. Publik yang awalnya simpati menjadi tahu belangnya KPK.
Awalnya karena intrik terkait RUU KPK yang disetujui untuk oleh Presiden dengan 4 revisi, bukannya menerima atau mempertimbangkan tapi KPK justru melawan dengan semangat puputan. Drama dimulai dari penolakan Wadah Pegawai KPK yang diumumkan Komisioner atas Capim Firli (yang akhirnya disetujui DPR secara bulat untuk memimpin KPK), dilanjutkan drama mundurnya komisioner yang maju mundur maju mundur syantikk…
Drama memuakkan itu justru membongkar sebuah narasi yang TSM terkait pembelaan KPK yang menggunakan media placement sebagai senjata. Awalnya media menggoreng isu capim ini dengan sangat miring dan tendensius, sangat terlihat media digunakan KPK untuk strategi puputan ini.
Begini mainnya
Berita-berita negatif tentang capim KPK yang dimainkan media, oleh Tempo diangkat jadi isu Cicak dan Buaya jilid 4 dengan karikatur Jokowi merangkul buaya. Narasi Cicak dan Buaya gagal total karena publik melihat dan mengikuti proses pemilihan capim KPK dan semuanya fair tidak ada hal negatif.
Cicak dan Buaya gagal, Tempo kembali membuat karikatur Jokowi Pinokio yang juga gagal total. Tempo juga ngeles bahwa itu bukan bermaksud menghina, tapi kebebasan berekspresi. Hal ini tidak masuk akal karena antara karikatur dan konten berita atas karikatur tersebut misleading alias kagak nyambung coy. Tempo rasa obor rakyat dalam hal ini, memaksakan diri untuk framing bahwa Jokowi adalah Pinokio.
Waduh mainnya ternyata pakai transfer-transferan untuk saksi palsu, gawat berarti KPK selama ini. Gimana nich Ning @AlissaWahid ? pic.twitter.com/zwRj5aZVd7
— Syokibhi (@Kasraleasifa) September 15, 2019
Pada saat yang hampir sama, netizen mengunduh video korban prilaku penyidik KPK dibawah Novel yang memaksa saksi untuk memberikan kesaksian palsu di sebuah sidang pada tahun 2016
Kemudian Prof Edy Hiariej juga mengungkap prilaku komisioner KPK yang mengancam Hakim di PN Jakarta Pusat pada 2016 pada sebuah kasus
"PREMAN" KPK |
INTIMIDASI & TEROR KOMISIONER @KPK_RI thd hakim ketika satu perkara sdg disidangkan, apalagi kalau hakimnya punya 'track record buruk, jd MAKANAN EMPUK utk lakukan intimidasi.
Berikut Cuplikan pernyataan Prof.Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., M.Hum.#SaveKPK https://t.co/rh6cu4lB81 pic.twitter.com/f3So3UrkkH
— Anak Kolong™| (@AnakKolong_) September 15, 2019
Jadi sebenarnya apa yang disampaikan oleh netizen tersebut adalah bukti dimana ada abuse of power di KPK yang bisa menjadi muara bagi banyak pihak bermain. Contoh lain lagi adalah cuitan wartawan tentang sprindik KPK dimana ada Menteri yang akan disidik, KPK menggunakan media sebagai alat barter berita, dengan kata lain media dapat berita ekslusif dan KPK bisa numpang pencitraan bersihnya melalui media.
Kasat mata memang terjadi sebuah pengelabuan opini yang dirancang secara Terstruktur, Sistematis, Masif alias TSM.
Kenapa media jadi ikut sibuk framing sana sini? Karena jika usulan revisi Presiden atas 4 hal di UU KPK ini nantinya disetujui dan diundangkan, selesai sudah media dapat asupan berita ekslusif dari KPK. Plus, perubahan komisioner ini juga memusingkan terutama elit di Wadah Pekerja KPK yang sering akrobat dan caper dengan dramanya.
Selesai sudah kisah Taliban di KPK.