Kesetaraan atau inklusivitas ruang digital bagi penyandang disabilitas adalah salah satu fokus Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Di mana penyandang disabilitas dipastikan harus mendapatkan akses dan hak yang sama, terkhususnya di era transformasi digital. Oleh karenanya melalui World Summit on Information Society (WSIS) Forum 2023, Kominfo menunjukkan upaya yang telah diambil untuk mencapai tujuan tersebut dan berharap terbuka kesempatan untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak di dunia internasional.
“Saat ini Kementerian Kominfo telah melakukan berbagai upaya untuk menanggapi isu ini. Salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk mewujudkan inklusivitas bagi para penyandang disabilitas ialah melalui literasi digital,” ujar Boni Pudjianto selaku Direktur Pemberdayaan Informatika Kementerian Kominfo, di Jenewa, Swiss, Senin (13/03). Dikutip dari: indonesiatech.id
Sejatinya kemajuan teknologi dan transformasi digital bukanlah milik mereka yang sehat jasmani saja. Tetapi juga milik mereka yang mengalami keterbatasan. Adapun, mengutip Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas dikatakan, penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
Bahwa mereka pun memiliki hak pemenuhan yang sama seperti non-disabilitas, dan ini dilindungi oleh undang-undang. Seperti dikutip dari UU Nomor 39 pasal 1 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
Namun, yang terjadi saat ini masihlah terjadi ketimpangan. Lihat saja sejauh ini bagaimana ruang publik berlaku tidak ramah kepada mereka. Sehingga konon lagi membicarakan atau melibatkan penyandang disabilitas berpartisipasi menciptakan ruang digital.
Ehmm…lalu apakah ini berlebihan? Justru sebaliknya, karena potensi ruang digital bagi para disabilitas sangat besar di era globalisasi saat ini. Bahkan menurut pendamping disabilitas Roemah Difabel Semarang Dodi Susetiadi, saat ini sudah adanya sejumlah komunitas disabilitas di media sosial. Di mana mereka melakukan sosialisasi ruang digital dalam konten-konten edukasi.
Maka disinilah pentingnya negara hadir, dan pemerintah meliterasi dalam upaya untuk membantu para penyandang disabilitas, dengan mewujudkan inklusivitas ruang digital bagi penyandang disabilitas. Sehingga tidak ada lagi diskriminasi, melainkan terciptanya lingkungan ramah pun bagi sesama.
Adapun literasi yang dimaksudkan, adalah:
Bahwa seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali memiliki hak dan akses yang sama untuk berkontribusi di ruang digital.
Pemerintah punya punya kewajibkan memberikan pelayanan publik komunikasi bagi penyandang disabilitas. Salah satu bentuknya, adalah kewajiban menyediakan bahasa isyarat di lingkungan pemerintahan.
Mengadakan pertemuan dengan berbagai komunitas disabilitas guna mendiskusikan bersama terkait program dan penerapan literasi digital.
Mungkin nyaris tidak diketahui. Tetapi menyebut satu kreator platform streaming SnackVideo yang konsisten membagikan konten positif sembari melakukan pekerjaannya. Dia, adalah Arifin Buntung yang walaupun memiliki keterbatasan fisik namun tidak menghalanginya berbagi tips dan trik tentang pertukangan yang ia lakukan sendiri dalam kemasan konten. Kemudian juga satu nama lainnya, Arih Lystia, seorang konten kreator di Likee, kini menjadi bintang baru berkat konten-kontennya dalam menciptakan makeup karakter yang unik.
Artinya, tidak ada batas untuk siapapun berkreasi di ruang digital. Bahwa yang harus menjadi fokus adalah memberikan ruang kepada para penyandang disabilitas, seperti halnya mereka yang non-disabilitas. Adapun yang bisa menjadi masukan, antara lain:
Mengenalkan jenis konten dan penguasaan bakat
Disabilitas bukan halangan untuk berkreasi
Belajar, dan terus menggali potensi diri
Menanamkan percaya diri, dan pantang menyerah
Sehingga pada akhirnya, wadah digital untuk penyandang disabilitas juga dapat mendukung kebijakan pemerintah yang menginginkan percepatan digitalisasi di banyak sektor. Artinya, kita pun berharap akan lahir talenta disabilitas yang unggul dan kompeten, serta mampu menjawab tantangan zaman.
Seperti halnya ruang digital dunia tanpa batas, maka penyandang disabilitas memiliki potensi untuk berkreasi, mengeksplor diri dengan lebih leluasa. Sebab bukan fisik yang membatasi berkreasi di ruang digital. Di mana ini dibuktikan dengan keberanian para konten kreator penyandang disabilitas yang telah mampu mencuri perhatian warga dunia maya.