Oleh: Maks Sarjon
Di tengah perhelatan Asian Games yang berlangsung di dua kota: Jakarta dan Palembang dengan kejutan-kejutannya, tak ketinggalan dunia politik dan pemerintahan saat ini ikutan “mengukir” daftar kejutan yang ada. Dalam minggu pertama laga olahraga bergengsi tingkat Asia ini, tuan rumah Indonesia telah menorehkan prestasi “bersejarah” dengan mengumpulkan 9 emas, 9 perak dan 14 perunggu (26/08 saat tulisan ini dibuat). Untuk perhelatan Asian Games dan capaian-capaian para atlit nasional yang berlaga akan saya ulas dalam tulisan berikutnya nanti saat event ini berakhir (kalau saja belum digarap penulis lain hehehe…).
Ada beberapa kejutan lain yang menyedot perhatian kita bersama pada beberapa hari belakangan di minggu ini seperti Relawan Super Jokowi dari kalangan perempuan yang diketuai Ida Fauziah (calon wagub pada Pilkada Jateng beberapa waktu lalu) dan juga sebuah kelompok yang menamakan dirinya GNR (Gatot Nurmantyo untuk Rakyat) yang mendeklarasikan dukungannya untuk Jokowi-Ma’ruf Amin. Bahkan bacaleg dari Partai Demokrat di Jombang, Jatim tak mampu menyembunyikan antusiasmenya untuk mendukung sang petahana di pilpres 2019 mendatang. Dukungan untuk sang petahana masih saja bergulir karena memang rakyat sudah merasakan jauh lebih banyak manfaat dan keberhasilan Kabinet Kerja Jokowi ketimbang kaum nyinyir yang selalu sibuk bersihir.
Kejutan “unik” dan “fenomenal” sang Mensos Idrus Marham
Berbicara mengenai hasil kerja nyata KPK selama kepemimpinan Jokowi, itu sudah tak diragukan lagi. Bahkan, koruptor sekelas Setya Novanto pun mampu mereka giring ke Sukamiskin selama 16 tahun masa tahanan. Tak pelak pula dengan sang pengacaranya yang tak lelah berteriak dan bertengkar dengan siapa saja, Fredrich Yunadi yang kontroversial akhirnya diam juga di balik jeruji besi. Demikian pula halnya sang dokter Bimanesh yang bekerja di RS Permata Hijau saat “sinetron” papa nabrak tiang listrik sedang shooting-an. KPK masih terus memburu dan tak akan lelah mencerca para maling harta rakyat.
Kali ini, untuk pertamakalinya dalam sejarah 4 tahun kepemimpinan Kabinet Kerja Jokowi, seorang rekan kerjanya Idrus Marham, Menteri Sosial harus berurusan serius dengan KPK. Para politisi yang berurusan dengan hukum terutama kasus-kasus korupsi sudahlah biasa dan terlalu banyak bukti, namun yang kali ini baru penulis (dan mungkin juga pembaca sekalian) pernah temui di NKRI tercinta ini. Hal itu tak lain adalah sikap dan/atau tanggapan seorang Idrus Marham yang cukup mengejutkan.
Ada beberapa hal yang penulis ingin uraikan dari peristiwa pentersangkaan Idrus Marham dan (semoga menjadi) “efek kejut” yang unik sekaligus tamparan keras bagi semua politisi se-republik ini dalam konpersnya:
Pertama, merupakan bagian dari tanggungjawab moralnya sebagai pejabat publik, maka dia mengambil langkah tegas, konkrit dan patut dengan mengajukan secara resmi pengunduran dirinya sebagai Menteri Sosial kepada Presiden Joko Widodo. Selain itu, dia juga mengajukan hal yang sama kepada Partai Golkar tempatnya berafiliasi dengan pertimbangan agar masing-masing pihak masih tetap fokus pada tupoksinya dan tidak harus menanggung beban hukum yang sedang menjerat orang lain;
Kedua, dengan mengacu pada poin pertama diatas, beliau sangat mendukung pemerintahan Jokowi yang tak mau berkelakar dengan tindakan pidana korupsi. Siapapun bisa berurusan dengan KPK kalau memang ada indikasi kuat keterlibatan dalam kasus-kasus tersebut;
Ketiga, “sebagai warga negara yang taat hukum, saya menghormati apa yang dilakukan oleh KPK dan sekaligus saya berkonsentrasi dan mengikuti proses hukum yang ada di KPK sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan dengan sebaik-baiknya”, demikian ungkapnya tegas.
Beberapa poin sebagai bahan refleksi
Dari ketiga poin yang dikemukakan diatas, saya lebih fokus mempertimbangkan aspek loyalitas yang tinggi dalam diri seorang Idrus Marham. Dia loyal kepada pemerintahan Jokowi yang mengedepankan kerja, kerja dan kerja nyata. Dengan penuh ketulusan dengan tugas berat seperti itu saja sudah cukup untuk menjauhkan seseorang dari berpikir mulus dan berakal bulus. Joowi sendri yang memberikan contoh terbaik untuk kita semua terutama rekan-rekan kerjanya di kabinet dan tentu tak ketinggalan pula bagi lawan politiknya.
Seorang Idrus loyal kepada partainya, Golkar yang telah membesarkannya di perhelatan politik nasional. Marwah partai Golkar yang mengedepankan semangat bebas dari korupsi, memang bukan lagi menjadi ajang untuk bernegosiasi. Jangan sampai nanti slogannya: katakan tidak pada korupsi, eh nyatanya justru mereka itu perampok-perampok ulung uang rakyat. Slogannya bisa saja berbunyi: katakan tidak! padahal korupsi.
Seorang Idrus loyal kepada hukum dan perundang-undangan yang ada dan mempersilahkan KPK menjalankan fungsinya. Prinsip professionasime dipegangnya teguh dan membiarkan proses ini berjalan sesuai jadwal.
Saya ingin menutupi artikel ini dengan mengutip apa yang pernah diungkapkan berkali-kali oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat masih menjaba sebagai Gubernur DKI. Bunyinya demikian “kalau atasnya lurus, maka yang bagian bawah tak berani tidak lurus!” Jokowinya lurus, jujur, berkomitmen, dsb., maka karakter kuat seperti itupun menjadi acuan setiap Menteri di Kabinet Kerja!
Sebagai orang pertama dari Kabinet Kerja Jokowi yang berurusan serius dengan KPK, semoga sikap dan cara pandang Idrus Marham ini menjadi acuan bagi siapa saja untuk tidak lekas mencari-cari kesalahan orang lain demi pembenaran diri.