• Redaksi
  • Info Iklan
  • Kirim Tulisan
  • Daftar
Wednesday, January 20, 2021
  • Login
No Result
View All Result
NEWSLETTER
narasikita.com
  • Home
  • Politik
  • Sejarah
  • Internasional
  • Celoteh netizen
  • Cerpen
  • Hiburan
  • Home
  • Politik
  • Sejarah
  • Internasional
  • Celoteh netizen
  • Cerpen
  • Hiburan
No Result
View All Result
narasikita.com
No Result
View All Result

Kejaksaan Wajib Urai Proxy Bakrie-Rini-Hexana pada Lingkaran Kasus Jiwasraya

Ada kaitan erat antara Bakrie-Rini-Hexana dalam pusaran kasus Jiwasraya. Berikut ini uraiannya.

oleh Aven Jaman
20/07/2020
di Ekonomi, Headline, Hukum
2
Kejaksaan Wajib Urai Proxy Bakrie-Rini-Hexana pada Lingkaran Kasus Jiwasraya
2
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh M. Satria Adiwiguna, S.H.*)

Jiwasraya kini beku. Nasib 17 ribu nasabahnya tak tentu. Konon akibat tanggungan perusahaan asuransi plat merah tertua dan terbesar itu membengkak signifikan hingga injak angka puluhan triliun.

Sebenarnya bila disimak utuh riwayatnya, BUMN asuransi ini sudah sakit sejak tahun 2000an. Pada tahun 2002 misalnya perusahaan ini merugi sebagai dampak dari krisis moneter yang menimpa bangsa kita pada 1998.

Dalam tulisannya pada 19 Juni 2020 di Beritamoneter.com, Prof. Dr. Y. Sri Susilo,S.E., M.Si., dosen Bisnis dan Ekonomi UAJY, menulis bahwa pada tahun 2006, Kementerian BUMN dan Bapepam-LK juga menyatakan ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun.

Pada tahun 2008, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer untuk laporan keuangan 2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya.

Sementara dikutip dari majalah Tempo edisi 7 Maret 2020, pada 2008 itu Jiwasraya insolven 6,3 T lalu membengkak jadi 6,7 T pada 2009.

Baca Juga :

Pernah Dibongkar WikiLeaks, Apakah Sosok “More Senior” Kembali Cawe-cawe dalam Skandal Jiwasraya?

Tindakan Hexana, Dirut Jiwasraya 2018-2023, Mengundang Sejumlah Tanya di Benak Publik

Prahara Jiwasraya, Darimana Bermula

Masih menurut sumber yang sama, insolven 2008-2009 itu lebih dipicu oleh repo terhadap sejumlah saham milik perusahaan yang terkoneksikan dengan Bakrie. Saham-saham Bakrie itu tak terlihat dalam emiten yang direpo karena merupakan underlying assets.

Pada 2008, terjadi pergantian direksi. Hendrisman, dkk., mengisi pos baru di asuransi tertua ini. Penyelamatan Jiwasraya dimulai. Salah satu opsinya dengan skema Penyertaan Modal Negara (PMN) dan obligasi Zerro Coupon Bond. Namun upaya itu tak kunjung berhasil karena ketika itu negara sedang fokus menangani Century.

Sebagai gantinya, mereka ini diminta oleh Menteri BUMN waktu itu dijabat oleh Sofyan Djalil supaya melakukan penyehatan sendiri, self healing. Jadi, bantuan dari negara tak diperoleh, namun mereka tetap dipaksa untuk selamatkan Jiwasraya, entah bagaimanapun caranya.

Jadi, bisa dimengerti mengapa kemudian Hendrisman yang merupakan ahli asuransi menyusun sebuah skema penyelamatan jangka panjang. Dalam skema ini terkandunglah apa yang kemudian publik kenal sebagai Jiwasraya Saving Plan (JSP). Skema ini tak lain bermaksud supaya masuknya fresh money ke perusahaan.

Sampai di situ, harap dicatat dulu bahwa semua asuransi di dunia ini pendapatannya bersumber dari 2 hal yakni hasil menjual premi dan hasil investasi. Dengan demikian, agar diperoleh fresh money, caranya adalah mengencangkan penjualan premi dan genjot investasi.

Jiwasraya pun demikian. Biar ada fresh money masuk ke perusahaan, dua hal itu pasti yang diupayakan optimal. Namun, saat itu, aspek investasi jelas tidak mungkin karena perusahaan sedang insolvent 6,7 T.

Maka, satu-satunya cara adalah genjot penjualan premi. Inilah alasan mengapa produk Jiwasraya Saving Plan (JSP) dijual dengan menawarkan keuntungan yang sedemikian tinggi (sekitar 13-14%) pada tahun 2009. Bila dibaca dalam kondisi normal, keuntungan yang ditawarkan tersebut tentu sangatlah jauh di atas keuntungan yang ditawarkan oleh bunga deposito dan bank.

Namun, bila dipandang dari sisi kebutuhan, angka itu sangatlah layak guna menarik sebanyak mungkin nasabah untuk membeli produk JSP.

Trik ini rupanya berhasil. Buktinya tawaran bunga yang sedemikian tinggi tersebut disambut baik oleh masyarakat. Nasabah beramai-ramai membeli JSP, fresh money yang diharapkan pun berhasil didapat.

Dari titik itulah kita boleh menilai bahwa JSP merupakan infus untuk menyelamatkan nyawa Jiwasraya yang sedang sekarat. Jadi, di sini harus fair melihat bahwa ini merupakan langkah penyelamatan terhadap Jiwasraya tatkala di satu sisi dituntut untuk menyelamatkan Jiwasraya, di sisi lain “jalan biasa” tak bisa ditempuh.

Janggalnya Kasus

Anehnya, di kemudian hari langkah ini malah dilihat sebagai tindak pidana oleh JPU sebagaimana kita lihatnya kini di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas 1A. Para direksi yakni Hendrisman, dkk didakwa telah melakukan kongkalikong dengan sejumlah pemain saham di pasar modal hingga menyebabkan Jiwasraya ini ketiban beban berat dan harus dinyatakan gagal bayar oleh direksi 2018 pimpinan Hexana Tri Sasongko.

Bagi mereka yang tidak memahami motivasi Hendrisman, dkk., apa yang didakwakan oleh Kejaksaan ini tentu dipandang sudah sepatutnya. Sebab, bagaimana mungkin saham Jiwasraya bisa dimainkan di pasar saham berisiko tinggi kalau tak ada deal-deal-an. Begitu tentu pikirnya.

Faktanya bagaimana? Menurut keterangan para terdakwa yang berhasil penulis himpun dari berbagai media, terungkap bahwa kongkalikong itu tak pernah ada. Yang benar adalah negosiasi seperti layaknya para pihak yang hendak melakukan kerjasama investasi. Kalaupun ada fakta berupa pemberian fasilitas berupa tiket perjalanan yang diberikan oleh pemain saham yang juga kemudian jadi tersangka kepada pihak Jiwasraya, ini adalah hal lazim dalam kerja sama bisnis. Bila dipaksa sebagai pelanggaran pun, nilainya tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan kerugian yang diderita akibat bekunya Jiwasraya.

Jadi makin aneh pula bahwa:

  1. Dari sisi niat, mereka (direksi 2008-2018) ini sebetulnya sampai membuat JSP karena hendak menyelamatkan Jiwasraya yang sudah insolvent 6,7 T.
  2. Tawaran keuntungan premi yang di luar batas kewajaran adalah hasil kalkulasi atas pembiayaan operasional ditambah menyicil beban insolven dan membayar klaim nasabah. Malah kalau dihitung-hitung, sejatinya angka 14% masihlah terlalu kecil. Itu pun tawaran keuntungan ini telah disetting sedemikian rupa agar dalam tempo 17 tahun sejak 2009, akan berjalan menurun setiap tahunnya. Faktanya, pada saat Jiwasraya diumumkan gagal bayar oleh Hexana pada 2018, keuntungan premi JSP sudah berada pada level 6,5% seperti yang diakui sendiri oleh Hexana pada saat memberikan keterangan sebagai saksi fakta pada persidangan tanggal 6 Juli 2020 lalu. Angka 6,5% ini sudah setara dengan tawaran keuntungan deposito. Ini jelas mengindikasikan bahwa skema penyelamatan Jiwasraya ini berjalan sesuai settingan awal guna mengurangi beban perusahaan.
  3. Angka belasan triliun yang dilihat Hexana pada sisi kewajiban perusahaan untuk membayar premi nasabah adalah totalan untuk semua premi nasabah dalam bentuk potensi, bukan fakta yang harus seketika tahun itu mesti dibayar. Faktanya, tahun 2018 itu premi yang harus dibayar hanya 802 M, saldo deposito perusahaan saat itu diakui Hexana masih ada sekitar 1,9 T. Bukannya membayar 802 M ini, Hexana gegabah mengumumkan gagal bayar karena nyalinya menciut melihat angka belasan trilyun sebagai kewajiban perusahaan ke nasabah. Dia lupa bahwa angka belasan itu baru bisa dibayar seketika apabila semua nasabah pada meninggal semua yang totalnya ada 17 ribu jiwa. Jika tidak meninggal serentak, maka angka belasan itu masih berupa potensi untuk dibayarkan, selebihnya bayar klaim tahunan untuk mereka yang jatuh tempo belum juga meninggal. Penulis sendiri, jatuh temponya ada pada 2022 karena penulis masuk pada 2014, berjangka 8 tahunan.

Tetapi, akibat pengumuman gagal bayarnya Hexana untuk perusahaan yang dipimpinnya tersebut, apa yang tadinya masih berupa potensi otomatis seketika menjadi fakta. Mengapa?

Asuransi itu di mana-mana dibangun di atas kepercayaan nasabah. Kalau tidak dipercaya nasabah, perusahaan itu pasti mati. Yang dilakukan Hexana dengan pengumuman gagal bayar jelas memicu hilangnya kepercayaan nasabah. Maka, mereka pun ramai-ramai menjual preminya. Pertanyaannya, siapa yang akan beli premi itu apabila sudah tak ada kepercayaan publik? Dihargai senilai 50 perak pun, tak bakal ada yang beli. Bukankah hukum pasar berbunyo bahwa jika di suatu pasar supply tersedia banyak maka harga pasti rendah. Semakin banyak ketersediaan barang, semakin tak bernilai barang itu secara ekonomis.

Hexana sebagai mantan bankir puluhan tahun di BRI harusnya paham bahwa bisnis yang dibangun di atas kepercayaan adalah bisnis yang sangat sensitif terhadap berita negatif. Sama seperti di bank, jika isu negatif mencuat mengenai bank tempat orang menyimpan tabungannya, nasabah tentu pada ramai-ramai menarik tabungannya. Uang cash di bank itu cukup tidak untuk layani penarikan besar-besaran para nasabahnya? Dijamin pasti tak cukup.

Demikianlah yang terjadi di Jiwasraya sebagai dampak dari pengumuman gagal bayar oleh Hexana. Bayangkan seperti itu saja!

Dikondisikan Rini, Dieksekusi Hexana

Dari uraian di atas, terang kini bahwa infus terhadap Jiwasraya itu dibuat oleh Hendrisman Rahim, dkk. Oleh penerus mereka yakni rezim Hexana, infus ini dicabut. Tak hanya produk JSP dia hentikan, dia umumkan pula gagal bayar. Jadi, yang dilakukan Hexana tidak hanya sampai pada memutus selang infus Jiwasraya, namun juga suntik mati dengan pengumuman gagal bayar.

Bakrie, Rini, Hexana. Ada kongkalikong apa di antara mereka?

Apa yang dilakukan Hexana ini jelas memantik kecurigaan bahwa jangan-jangan tindakan tersebut adalah sebuah kesengajaan untuk mematikan Jiwasraya, bukan sekadar akibat dari ketidakcakapan mengelola perusahaan. Di mata penulis, tindakan ini terkesan disengaja.

Kesan ini beralasan karena Hexana baru masuk di Jiwasraya kurang lebih 3 bulan sebelum diangkat jadi Direktur Utama Jiwasraya. Awal dia masuk pada Mei 2018 adalah sebagai Direktur Investasi dan Teknologi Informasi Jiwasraya. Pada Agustus 2018, oleh Rini Soemarno selaku Menteri BUMN saat itu, ia diangkat sebagai Direktur Utama. Latar belakang Hexana yang seorang bankir dan bukan praktisi asuransi bisa saja mengaburkan kesengajaan mematikan Jiwasraya dengan dalih sebagai ketidakcakapan.

Berdalih sebagai tidak cakap pun, fakta yang terungkap di persidangan, Hexana nyatakan gagal bayar perusahaan yang dipimpinnya tepat ketika di saldo deposito Jiwasraya masih punya 1,9 T sedangkan kewajiban membayar premi ke nasabah di tahun itu hanya 802 M. Ini tentunya sebuah kesengajaan. Ini jahat! Catat!

Karena Rini yang menempatkannya di Jiwasraya, maka patutlah pula dicari motivasi apa Rini menempatkan “pembunuh Jiwasraya” ini ke perusahaan tersebut? Mau tak mau, kita cari jawabannya pada ranah politik.

Terungkap fakta bahwa Rini adalah ketua tim transisi sewaktu Jokowi-JK tampil menang pada Pilpres 2014. Yang mengusulkan Rini sebagai Ketua Tim itu Mega, namun dalam komposisi penempatan komisaris dan direktur serta pejabat-pejabat strategis lainnya, Rini disinyalir rupanya lebih banyak mengakomodir kepentingan JK.

Akibat komposisi yang lebih pro ke JK, Mega pun berang dan sejak itu renggang dengan Rini. Rini jalan terus dengan agenda JK. Tak juga dicopotnya Rini dari kabinet membuat Mega sampai berkali-kali ingatkan Jokowi sebagai petugas partai. Jadi, di sini Rini gamer: diusung Mega, dipakai JK, lepas kendali dari Jokowi sampai tidak kuasa menggantikannya di tengah jalan karena ada kepentingan JK di balik sosok Rini.

Asumsi penulis, karena bekerja untuk kepentingan JK, namun pada periode kedua bukan JK lagi wakil di sisi Jokowi dan yakin pula bahwa dia tak bakal dipakai lagi oleh Jokowi, dia pun tanam bom untuk mendowngrade reputasi pemerintahan periode kedua Jokowi.

Langkahnya adalah pertama merotasi sejumlah jabatan penting di sejumlah BUMN. Itu dia lakukan pada 2018, ya pada gelombang angkatannya Hexana itu. Di Jiwasraya dia tempatkan Hexana. Mula-mula dia tempatkan sebagai Direktur Investasi dan Tekhnologi Informatika. Selang 3 bulan, dilejitkan ke level Direktur Utama padahal nirprestasi di 3 bulan menjabat sebagai Direktur Investasi. Jadi, Rini sengaja tempatkan orang yang bukan pakar asuransi di jantungnya Jiwasraya.

Di sini Hexana tahu atau tidak akal bulus Rini, biarlah Hexana sendiri yang jawab dalam kejujuran nuraninya. Yang pasti, pengumuman gagal bayar yang dia lakukan pada 04 Oktober 2018 adalah sebuah tindakan yang berdampak sistemik luas, entah pesanan Rini ataupun tidak.

Langkah kedua adalah sehari sebelum pelantikan Presiden, tepatnya 19 Oktober 2019, Rini melaporkan Jiwasraya ini kepada Kejaksaan Agung. Hal ini diakui oleh Kejaksaan di sini: https://www.liputan6.com/news/read/4154838/kejagung-kasus-jiwasraya-bermula-dari-laporan-rini-soemarno

Janggalanya adalah mengapa Rini laporkan ke Kejaksaan? Kenapa bukan ke Presiden sebagai atasannya? Kalau memang ada kerugian negara di sini, kenapa bukan juga ke KPK? Yang berwenang melaporkan kerugian negara ke Kejaksan agung adalah BPK sebagai lembaga auditor negara, bukan sang pejabat atasan. Aneh bin ajaib memang langkah Rini ini.

Karena keanehan tersebut, menguji asumsi di atas, rasanya pantas untuk hadirkan Rini Soemarno juga di pengadilan untuk didengarkan kesaksiannya. Diharapkan agar terlihat Rini mampu menepis dugaan pengondisian yang dia lakukan terhadap Jiwasraya. Jika tidak, dia wajib rasakan jeruji bui.

Kejanggalan Lain dari Kasus Jiwasraya

Nah, sekarang bila menilik perjalanan kasusnya di pengadilan, hal janggal lainnya adalah BPK melokalisir kasus gagal bayarnya Jiwasraya ini hanya dari 2008, sejak para direksi pimpinan Hendrisman, dkk., menjabat. Mengapa tidak ditarik ke sebelum 2008 yang nota bene di sana ada rekam jejak perusahaan Bakrie yang tidak kunjung menebus repo sahamnya pada rentang 2004-2006?

Atas kejanggalan ini, sah-sah saja rasanya bila salah satu tersangka yakni Benny Tjokro menuding bahwa jajaran pimpinan BPK adalah “orangnya Bakrie” sebagaimana dia katakan di sela-sela berlangsung pengadilan atas dirinya dan teman-teman yang dijadikan tersangka.

Kejaksaan juga tidak luput dari kejanggalan bertindak. Mereka menjadikan kasus ini sebagai tindak pidana korupsi, bekerja mengamini temuan BPK yang sudah lokalisir kasus hanya dari 2008, bertindak atas laporan Rini Soemarno, sedang di sisi lain, Rini Soemarno adalah mantan Komisaris pada Bakrie Telcom.

Jika begini peta kasusnya, rasanya tidak keliru untuk menyimpulkan bahwa pada kasus ini ada kesengajaan mematikan Jiwasraya, dikondisikan Rini, dieksekusi Hexana, biang keroknya dituduhkan pada kambing hitam berupa jajaran direksi 2008-2018, sedang perampok sesungguhnya melenggang bebas yakni dia yang tak juga menebus repo terhadap saham perusahaannya pada periode 2004-2006 yang berandil pada insolven Jiwasraya senilai 6,3 T pada 2008.

Dia tak lain dari Bakrie yang mana pada periode tersebut sempat menduduki jabatan sebagai Menko Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I.

Yakinkah kasus ini bukan merupakan disain besar untuk menjatuhkan reputasi pemerintahan Jokowi oleh kaum sakit hati yang telah bekerja sama dengan perampok? Kalau tidak, mengapa kasus ini terkesan ada yang dijadikan kambing hitam atas sebuah kesengajaan pembekuan Jiwasraya? Profesionalitas kejaksaan dipertaruhkan di sini.(*)

___________

*)Penulis adalah Pemerhati Asuransi di Jakarta

Source: Beritamoneter.com
Via: Beritamoneter.com
Tags: BakrieBeny TjokroHendrismanHexana Tri SasongkoJiwasrayaRini Soemarno
Aven Jaman

Aven Jaman

"Santrine" Gus Dur, Gilain Sukarno, kadang "liar" seperti Sujiwo Tedjo, namun takut alami kematian macam Sartre dan Voltaire.

Berikutnya
Mendamba POLRI Bersih

Bravo POLRI, Cercaan Publik Dijawab dengan Elegan

My Tweets

Populer

  • Tragis! Jonathan Christie Dihujat karena Agamanya

    Tragis! Jonathan Christie Dihujat karena Agamanya

    6122 shares
    Share 6121 Tweet 0
  • Waspada, Indonesia Berpotensi Hilang dari Peta Dunia

    42 shares
    Share 41 Tweet 1
  • Kejaksaan Wajib Urai Proxy Bakrie-Rini-Hexana pada Lingkaran Kasus Jiwasraya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah Presiden Jokowi Penuhi Ramalan Jayabaya?

    239 shares
    Share 238 Tweet 0
  • Novel Baswedan adalah Iblis di KPK (?)

    507 shares
    Share 506 Tweet 0
  • Tentang
  • Redaksi
  • Info Iklan
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer

© 2018 www.narasikita.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Sejarah
  • Internasional
  • Celoteh netizen
  • Cerpen
  • Hiburan

© 2018 www.narasikita.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Password Reset
Please enter your e-mail address. You will receive a new password via e-mail.