• Redaksi
  • Info Iklan
  • Kirim Tulisan
  • Daftar
Thursday, August 11, 2022
  • Login
No Result
View All Result
NEWSLETTER
narasikita.com
  • Home
  • Politik
  • Sejarah
  • Internasional
  • Celoteh netizen
  • Cerpen
  • Hiburan
  • Home
  • Politik
  • Sejarah
  • Internasional
  • Celoteh netizen
  • Cerpen
  • Hiburan
No Result
View All Result
narasikita.com
No Result
View All Result

Licik Bener! Intoleransi di Jambi, Strategi Pelemahan Jok-Ma

Menyeruaknya kasus penyegelan 3 buah gereja di Jambi berbarengan dengan sidang terhadap Zumi Zola, mantan gubernurnya patut membuat kita berpikir bahwa ini sebuah orkestrasi jahat. Begini analisanya!

oleh Mona Pratama
29/09/2018
di Headline, Nusantara, Politik, Sosial
0
Licik Bener! Intoleransi di Jambi, Strategi Pelemahan Jok-Ma
101
SHARES
1
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Intoleransi. Kata ini seakan sakti mandraguna dalam dua dasawarsa terakhir. Terus coba diperangi, nyatanya tetap saja eksis. Noda bandel di busana kebhinekaan NKRI ini sepertinya butuh deterjen khusus untuk benar-benar bisa menghilangkannya. Tidak cukup rasanya apabila hanya andalkan roh reformasi.

Buktinya, reformasi yang digadang-gadang bakal menghadirkan demokrasi berkeadilan sosial pada seluruh aspek kehidupan membangsa ternyata jauh panggang dari api. Intoleransi dan diskriminasi religi malah terkesan semakin menjadi-jadi pasca negara di zaman pemerintahan SBY begitu mudah kecolongan oleh tindakan memberikan izin pada HTI melaksanakan kongres di Gelora Bung Karno pada 2013 silam.

Alasan yang mengada-ada (dok. Twitter @katerinaKwari)

Diskursus kita kesempatan ini tidak sedang mendalami faktor-faktor penyebab terjadinya intoleransi secara spesifik dan kasuistik. Saya lebih tertarik untuk mendalami kemungkinan bahwa intoleransi, khususnya di Jambi baru-baru ini adalah framing isu guna menjebak Jokowi. Mari disimak!

Pada HUT Proklamasi Kemerdekaan tahun 1956, Bung Karno melontarkan sebuah ungkapan yang terbukti relevan hingga saat ini. “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu lebih sulit karena akan melawan bangsamu sendiri”.

Sampai enam puluh tahun kemudian, perkataan beliau ini masih saja terus-terusan terbukti benar. Menyusul beberapa praktek intoleransi yang dipertontonkan kubu pendukung Anies-Sandi dalam laga Pilkada DKI, berbagai reaksi yang timbul hampir di segenap pelosok tanah air membuat kondisi negara seakan di ujung perpisahan.

Sampai kini bahkan situasi ini masih belum sepenuhnya pulih terutama karena Ahok dijebloskan ke penjara dengan vonis yang di luar dugaan.

Baca Juga :

Ini Pidato Lengkap Ketua Umum PSI, Grace Natalie di Festival 11 Medan

Pemerintah lalu coba meredam reaksi kubu pendukung Ahok dengan melempar isu pembubaran HTI yang ironisnya muncul ke permukaan berbarengan dengan kontestasi Pilkada DKI 2017, terutama seputar aksi berjilid-jilid menentang Ahok naik kembali jadi gubernur sekaligus menuntutnya dihukum atas dugaan penistaan agama.

Isu itu menjadi definitif dengan keluarnya Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM tentang pembubaran HTI. Nyatanya, HTI tidak tunduk begitu saja. Mereka ajukan gugatan ke PTUN. Kalah.

Mereka lalu naik banding ke PT TUN. Pada 26 September 2018 kemarin dinyatakan ditolak juga. Sekarang kabarnya sedang berjuang lewat pengadilan kasasi MA.

“Insyaallah kami akan kasasi,” ujar Ismail Yusanto, jubir HTI saat dikonfirmasi melalui pesan singkat oleh CNNIndonesia.com, Rabu (26/9).

Intoleransi, Manifestasi Egoisme Sektoral Berbangsa (Indonesia)

HTI begitu padu dengan FPI mempertontonkan sikap intoleransi yang kasar. Jika HTI sering mewujudkannya dalam narasi-narasi ujaran di medsos, barangkali FPI bisa kita lihat sebagai algojo lapangannya.

Hal ini sulit dibantah mengingat pada aksi berjilid-jilid menuntut Ahok dipenjarakan, kedua ormas ini ditambah GNPF seperti terorganisir.

Atas nama bela Islam dan kadang bela Allah, ormas-ormas ini mempertontonkan orkestrasi ekslusifitas dalam negeri yang serbabhineka bernama Indonesia ini.

Pertunjukannya terwujud dalam semangat intoleransi terhadap sesama yang kebetulan memilih berbeda yakni mereka yang non Islam. Terbaru, kasus di Lampung dan Jambi.

Semua peristiwa ini harusnya menjadi poin keprihatinan semua anak bangsa. Perkataan Soekarno di tahun 1956 tadi harusnya menjadi semacam pengingat, bukan malah pembenar untuk memraktekkan tindakan saling meniadakan hingga detik ini, 2018.

Apabila kita sadar bahwa keragaman di antara kita sebangsa ini amat rentan untuk ditunggangi kepentingan politis, harusnya secara rutin dan massif bahkan bila perlu menjadi program kebangsaan kegiatan-kegiatan yang memromosikan silaturahmi lintas latar antara kita.

Di sana, negara wajib hadir menjadi fasilitator agar ketakutan dan kecemasan atau bahkan pesimisme yang sudah mulai menggerogoti jiwa-jiwa patriot pendukung keutuhan NKRI, Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai konstitusi dasar dan prinsip ke-bhinekatunggalika-an di antara kita tertanggulangi dengan sendirinya.

Cucu-cucu kita kelak jangan dibiarkan untuk cuma dapat dongeng tentang Indonesia karena negaranya sudah tak ada, hancur berkeping, terpecah-pecah ke dalam berbagai negara pecahan seperti Minahasa, Papua, Bali, NTT, Jawa, Sumatra, dll.

Itu semua bisa dicegah apabila masing-masing dari kita, apapun agama dan sukunya, ras dan golongannya, juga bahkan kubu partisan politiknya, sama-sama berpadu dalam semangat memerangi intoleransi.

Karena itu, intoleransi wajib sifatnya dinyatakan sebagai musuh bersama semua sebangsa dan setanah air Indonesia.

Apakah Intoleransi di Jambi Merupakan Bagian dari Strategi Melemahkan Dukungan ke Kubu Paslon Jok-Ma?

Simak di halaman selanjutnya!

Hal 1 dari
12Berikut
Tags: #KitaIniSamaIntoleransi
Mona Pratama

Mona Pratama

Ujung Tombak Pembela Pancasila dan UUD '45, Anti Intoleransi, Anti Korupsi

Berikutnya

Investigasi Spesial, Kabasarnas Patut Dicopot

My Tweets

Populer

  • LBH Jakarta Siap Gugat Johnny Plate, Mengapa Tidak Menguji ke MA?

    LBH Jakarta Siap Gugat Johnny Plate, Mengapa Tidak Menguji ke MA?

    289 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Astaga! Justru kalau Pepo yang Jadi Presiden Saat Ini, Indonesia Sudah Ambruk

    17 shares
    Share 17 Tweet 0
  • Genjot Transformasi Digital, Kominfo Kerjasama dengan Oracle dan UMN

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah Presiden Jokowi Penuhi Ramalan Jayabaya?

    238 shares
    Share 238 Tweet 0
  • Kartini Squad, Sosok-sosok Hebat di Belakang Pahlawan Jalan Raya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tentang
  • Redaksi
  • Info Iklan
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer

© 2018 www.narasikita.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Sejarah
  • Internasional
  • Celoteh netizen
  • Cerpen
  • Hiburan

© 2018 www.narasikita.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Password Reset
Please enter your e-mail address. You will receive a new password via e-mail.