Sejumlah praktisi hukum, aktivis prodemokrasi, praktisi media pada Sabtu, 29 September 2018 kemarin akhirnya resmi mendeklarasikan diri sebagai sebuah ormas. Namanya tidak main-main: Harimau Jokowi (Harjo).
Tujuan pendiriannya tidak lain dari mengadvokasi masyarakat yang dipersekusi, diintimidasi, difitnah melalui ujaran kebencian atas nama agama dan/atau perbedaan agama, warna kulit, suku, dan antar golongan atau karena pilihan politik berbeda terutama terkait dengan Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019 yang akan datang.
Dalam orasinya saat membuka deklarasi HARIMAU JOKOWI di Gedung KNPI Rawamangun, Ketua Umumnya yakni Saiful Huda Ems mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama Pemerintah menjaga keutuhan pilar-pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945, yang akhir-akhir ini sering muncul upaya sekelompok anggota masyarakat seperti HTI yang bertujuan untuk mengubah pilar-pilar berbangsa dan bernegara ini menjadi “khilafah” (negara Islam).

HARJO, katanya, mengkonstatir saat ini gerakan Ormas-Ormas semacam HTI atas nama dakwah bertujuan mendirikan kekhilafahan untuk menggantikan dasar negara Pancasila, masih saja berlangsung pasca status badan hukum HTI dicabut oleh Pemerintah.
“Oleh karena itu HARIMAU JOKOWI akan mengambil langkah-langkah kongkrit mengimplementasikan UU No. 16 Tahun 2017 Tentang Ormas, dari aspek peran serta masyarakat dalam menjaga NKRI”, tegasnya.
Dihubungi secara terpisah, kepada Narasikita.com Ketua Dewan Penasihat Harjo yakni Dr. Ing. Ignasius Iryanto Djou, SF, M.Eng.Sc, CSRS mengafirmasikan bahwa Harimau Jokowi hadir sebagai ormas dengan kesadaran untuk menjaga NKRI dari segala bentuk pengkhianatan. Reformasi sebetulnya koreksi terakhir oleh rakyat atas penyelewengan penyelenggaraan negara masa Orde Baru.
Di samping itu, menurutnya, reformasi menolak absolutism dan otoritarianism ala Orde Baru, menolak KKN sebagai bentuk perampokan uang rakyat yang sangat memiskinkan rakyat, menolak sentralisme pusat yang menciptakan banyak daerah tertinggal di pinggiran khususnya wilayah Indonesia bagian timur.
Adapun tentang dipilihnya nama Harimau Jokowi, doktor nuklir lulusan Jerman ini mengatakan karena menurut para pendiri ormas ini, Jokowi adalah presiden terbaik yang konsisten merealisasikan cita-cita proklamasi yang terakhir diluruskan kembali oleh gerakan reformasi ketika meruntuhkan Orde Baru.
“Harimau Jokowi melihat dua musuh utama dalam menjaga konsistensi pada cita-cita reformasi tersebut yaitu para anasir Orde Baru yang ingin menegakkan kembali pola-pola penyelenggaran negara ala Orde Baru yang sarat dengan pelanggaran HAM dan perampokan uang negara yg masif”, terangnya lebih jauh.

“Musuh kedua adalah anasir-anasir radikalisme agama yang berkonspirasi dengan gerakan teroris global seperti ISIS. Harimau Jokowi melihat bahwa dua jenis musuh ini sekarang lagi berkonspirasi untuk menghentikan konsistensi Jokowi dalam merealisasikan cita-cita proklamasi sekaligus cita-cita reformasi”, tambahnya.
Ditambahkannya pula bahwa pola yg dipakai kedua musuh NKRI tersebut sebagaimana terlihat selama pilkada DKI adalah penyebaran ujaran kebencian dengan massif, sarat diskriminasi SARA, penyebaran fitnah dan berita-berita bohong serta persekusi sosial dan politik.
“Harimau Jokowi hadir secara khusus untuk melawan pola-pola itu. Dan karena sadar roh reformasi makin ke sini makin suram, deklarasi HARJO perlulah dilihat sebagai bangkit kembalinya macan-macan reformasi”, tutupnya.(*)