[Jakarta – Narasikita.com]. Proses divestasi saham freeport seperti diketahui, dinyatakan sudah final dalam tataran pentahapan legalitas. Namun, rupanya menurut anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat yakni Muhammad Nasir, itu adalah pembohongan publik.
“Aneh saja, sejak awal dibuming-bumingkan kalau Freeport sudah diambil sahamnya 51 persen. Sekarang beda lagi. Bedanya, sekarang Inalum yang diminta mengakuisisi belum melakukan pembayaran satu perak, pun,” ujar Nasir dalam rapat komisi VII, di komplek parlemen Senayan, Rabu (17/10/2018) seperti dikutip dari tirto.id.
Masih dikutip dari media yang sama, Ketua Komisi VII dari fraksi Gerindra yakni Gus Irawan juga merasa geram lantaran dalam rapat-rapat sebelumnya kementerian/lembaga yang turut serta dalam akuisisi saham Freeport saling lempar pendapat saat dicecar soal akuisisi saham.
“Kemarin saya tanya, menteri ESDM, buangnya ke Kemenkeu, soal fiskal di kementerian keuangan. Ini dibangun opini sudah akuisisi gagah-gagahan aja. Sudah lah. Akuisisi ini pembohongan publik” ujarnya.
Itu Komentar Ngawur Anggota DPR
Di tempat terpisah, Johnny G. Plate, anggota Komisi XI saat dimintai komentarnya terkait pernyataan kedua politisi di atas mengatakan,
“Kasihan juga negara kita ini jika nggota DPR yang membidangi migas tidak memahami proses akuisisi, divestasi dan financing agreement di tingkat internasional. Akibatnya komentarnya ngawur seperti itu”.
Lebih lanjut, Johnny menjelaskan bahwa Transfer of share hanya dilakukan pada saat pembayaran sudah dilakukan secara penuh dan seluruh condition precedent terpenuhi atau dianggap terpenuhi oleh seller sebagaimana diatur dalam sales and purchase agreement.
Bagi yang mengerti dan mengetahui divestasi korporasi ditingkat internasional (khususnya corporate lawyer) akan memahami tahapan dan urutan dokumen perjanjian yang dilakukan antara pemerintah dan freeport karena memang demikian common practice-nya.
“Apa yang disampaikan pemerintah kepada publik adalah dalam rangka transparansi publik agar masyarakat dapat mengikuti proses divestasi tersebut. Pemerintah berkewajiban melaksanakan secara transparan, prudent dan akuntabel”, tulisnya melalui pesan WA kepada redaksi narasikita.com.
Sekjend Partai Nasdem ini juga mengatakan bahwa meski demikian, tentu kualitas informasi yang disampaikan dijaga sedemikian rupa agar tidak mengganggu proses divestasi dan leverage serta bargain pemerintah dalam negosiasi komersial dengan freeport untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan nasional. Negosiasi hal-hal seperti ini tidak gampang dan akan menyita waktu, pikiran dan keahlian tinggi dan adanya level of trust yang memadai.
Johnny juga menuturkan bahwa uuntuk negosiasi Tambang Raksasa (Giant Mining) tentu tidak gampang, bisa saja mengganggu berbagai macam kepentingan, karenanya masyarakat perlu mewaspadai potensi adanya pihak yang justru berkeinginan menghambat divestasi tetsebut.
“Nasdem akan sangat mendukung kebijakan pemerintah yang melindungi kepentingan ekonomi negara, menjaga dan mengembalikan menjaga kedaulatan ekonomi nasional kita”, lanjutnya.
“Kami justru bertanya konsistensi sikap politisi fraksi partai gerindah apakah sejalan dengan pidato dan narasi Pak Prabowo terkait pasal 33 UUD ’45 yang selama ini didengungkan, ataukah itu hanya sekedar retorika populisme belaka. Kami mengajak semua pihak untuk bersatu padu mendukung usaha pemerintah mengembalikan kedaulatan negara di bidang ekonomi khususnya terkait divestasi giant mining freeport ini agar dapat berhasil dengan baik dan bermanfaat bagi ekonomi bangsa”, demikian tuturnya.(*)