NARASIKITA – Indonesia menjadi importir energi yang cukup besar, meski sumber energi di dalam negeri sebenarnya berlebih.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkapkan masalah utama defisit neraca perdagangan yang didapat dari sektor energi.
Nicke mengatakan bahwa komoditas energi, seperti batu bara, yang dihasilkan di dalam negeri bukan merupakan jenis energi untuk kebutuhan secara nasional.
Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan minyak dan LPG, harus melalui impor, sehingga membuat neraca perdagangan defisit.
“Supply energi yang dihasilkan tidak sesuai dengan jenis energi yang dibutuhkan maka di sini terjadi sumber energi yang kita ekspor yaitu batu bara dan gas, namun untuk kebutuhan kita impor minyak dan LPG yang secara value kita defisit,” paparnya dalam acara Outlook Perekenomian Indonesia 2021, seperti dikutip Bisnis.com, Selasa (22/12/2020).
Nicke pun memaparkan beberapa tantangan yang dihadapi dengan meningkatnya permintaan energi dan kapasitas pasokan energi terbatas.
Pertama, produksi minyak mentah turun terus, sehingga impor minyak mentah dan BBM jenis bensin meningkat. Kedua, LPG masih impor. Ketiga, infrastruktur gas dan listrik yang belum terintegrasi.
Ke depan, menurut Nicke, arah pengembangan energi akan mengarah pada energi terbarukan dan penggunaan energi fosil akan semakin menurun.
Selain eksplorasi migas, Pertamina menurutnya akan meningkatkan kontribusi bioenergi, setelah B30 dan B40, akan dikembangkan bio gasoline, yang mencampur etanol dengan metanol dari batu bara yang selama ini banyak diekspor.
“Dari sisi gas, kita punya batu bara melimpah, sehingga LPG bisa digantikan dengan DME. Jargas akan dibangun, sekarang baru 500 ribu rumah tangga dan akan ditingkatkan menjadi 3 juta hingga 2024. Jadi, masyarakat ada pilihan, DME, jargas, dan kmpor listrik,” katanya dikutip cnbcindonesia.com