Laki-laki itu meneteskan air matanya dengan cara yang paling hancur dan pilu. Berbulir-bulir menetes mengaliri pipi dan membasahi dagunya. Hidungnya...
SelengkapnyaDI dalam benteng kokoh berpintu besi ini, aku mendapati diriku sedang bersantai. Aku duduk di depan pintu rumah utama. Menghadap...
SelengkapnyaAKU tidak pernah suka melihatnya, sejak hari pertama dia meneteskan keringat di lantai semen yang retak-retak ini. Keringatnya jatuh bagai...
SelengkapnyaAKU membenci perempuan itu, yang selalu berdaster kuning labu dengan corak bunga mawar merah yang norak. Rambutnya selalu dipotong pendek....
SelengkapnyaSejak hari pertama dia menjadi istri dan dibawa masuk ke dalam rumah rombengan itu, semua saudara perempuan suaminya menyanyikan lagu...
Selengkapnya© 2018 www.narasikita.com